Berita

GIAMM sarankan besaran insentif ditentukan juga dari besaran TKDN

×

GIAMM sarankan besaran insentif ditentukan juga dari besaran TKDN

Sebarkan artikel ini


Jakarta (ANTARA) – Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) menyarankan pemerintah untuk menetapkan besaran insentif kendaraan berdasarkan pada seberapa besar pula Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang terkandung dalam kendaraan, baik untuk kendaraan listrik, hybrid, maupun ICE.

Sekretaris Jenderal GIAMM Rachmat Basuki mengungkap, hal ini diperlukan untuk mendorong perkembangan industri komponen otomotif lokal serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

“Kalau GIAMM menyarankannya semakin tinggi TKDN-nya, itu semakin (besar) dikasih insentifnya, tapi aturan TKDN-nya juga harus tepat, jika melakukan assembling (perakitan) lokal sudah dihitung 30 persen itu masih kurang untuk lokalisasinya,” kata dia pada forum Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis.

Kebijakan yang lebih tepat, menurut Basuki, juga akan mendorong produsen untuk memperluas penggunaan komponen lokal, sehingga meningkatkan kapasitas produksi serta menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja domestik.

Baca juga: Pakar: Pencabutan insentif EV CBU hindari ketergantungan impor

Namun, Basuki mengungkap saat ini realisasi lokalisasi komponen kendaraan listrik masih menemui kendala. Sejumlah produsen, termasuk pemain besar seperti BYD, masih mengandalkan assembling di Indonesia tanpa adanya kesepakatan signifikan untuk memproduksi komponen secara lokal.

Salah satu penyebabnya, menurut Basuki, adalah perbedaan sistem pembayaran (term of payment) antara supplier (pemasok) asing dan lokal, serta perbedaan biaya produksi yang membuat kerja sama sulit terwujud.

“Kalau memang itu pilihannya dia membawa supplier sendiri, tapi memang harus menyerap tenaga kerja dari Indonesia, sehingga ada investasi,” imbuhnya.

Selain itu, tidak seperti mobil ICE yang lebih ketat, aturan TKDN yang berlaku untuk mobil listrik saat ini masih dinilai terlalu ringan, dengan persentase hanya 30 persen yang dihitung berdasarkan proses assembling, bukan nilai kandungan komponen secara menyeluruh.

Baca juga: Pemerintah tak memperpanjang insentif mobil listrik impor

Padahal untuk mobil listrik, tiga komponen utama seperti baterai, motor listrik, dan unit pengendali daya (PCU) memerlukan lokalisasi yang lebih besar agar industri bisa berkembang secara berkelanjutan.

“Aturannya itu terlalu mudah dan terlalu ringan untuk yang BEV, sedangkan kita misalkan (TKDN) Avanza (ICE) 80 persen, dia itu komponennya harus disuplai dari lokal, jadi akan tumbuh banyak pabrik, pabrik kodi, pabrik steering, dan lainnya,” kata Basuki.

“Kalau BEV peraturannya ini misalkan hanya dirakit di Indonesia, (sudah dapat) 30 persen TKDN, kalau begitu impor saja semua (komponennya) kan assembling sudah dapat 30 persen,” tambahnya.

Dengan adanya kebijakan TKDN yang lebih tegas dan insentif yang mendukung, industri komponen lokal diyakini bisa berkembang pesat dan mendorong investasi yang lebih besar di sektor otomotif.

Baca juga: Pakar: Insentif otomotif pengaruhi tingkat minat beli

Baca juga: Kemenperin tagih BYD hingga VinFast penuhi TKDN mobil listrik di 2026

Baca juga: LPEM UI dorong insentif berbasis emisi dan TKDN pacu industri otomotif

Pewarta:
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *